Bunda Tanah Melayu Terancam Sawit: Pulau-Pulau Kecil Lingga di Ujung Krisis Ekologis

Gunung Daik Salah Satu Simbol Kemegahan Kabupaten Lingga Sebagai Bunda Tanah Melayu
banner 468x60

DRADIO.ID – Jambi , Kabupaten Lingga, yang dikenal sebagai Bunda Tanah Melayu, kini menghadapi ancaman serius akibat ekspansi perkebunan kelapa sawit di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecilnya. Rencana pembukaan perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Lingga, Kepulauan Riau, menimbulkan kekhawatiran besar. Dapat dikhawatirkan Kabupaten Lingga Akan menghadapi krisis lingkungan dan sosial jika ekspansi sawit benar-benar dilakukan di pulau-pulau kecil yang rapuh secara ekologis.

Rencana Perkebunan sawit yang dibuka di kawasan pesisir membawa dampak langsung terhadap hutan dan sumber air. Hutan mangrove yang berfungsi melindungi pantai dari abrasi mulai hilang, memicu kekeringan dan intrusi air laut. Apabila lahan sawit dibuka, hutan yang berfungsi sebagai penyangga kehidupan berisiko hilang lah. Dampaknya, tanah akan cepat gersang, sumber air berkurang, dan risiko kekeringan meningkat di musim kemarau

banner 325x300

Krisis air bersih akan menjadi masalah baru bagi warga. Sumur-sumur yang dulu menjadi sumber utama kebutuhan sehari-hari mulai mengering. Di beberapa desa, air yang tersisa sudah terasa asin karena terkontaminasi air laut. Perubahan ini membuat masyarakat pesisir semakin sulit bertahan hidup dengan mengandalkan hasil bumi dan laut.

Tak hanya ekosistem darat, laut pun akan terdampak. Lumpur dan limbah dari pembukaan lahan sawit bisa mencemari perairan pesisir. Habitat ikan dan kerang terganggu, mengancam mata pencaharian nelayan tradisional yang selama ini hidup dari hasil laut.

Dampak sosialnya pun tidak bisa diabaikan. Pembukaan sawit dalam skala besar berpotensi memicu konflik lahan dengan masyarakat adat dan petani lokal. Banyak warga yang memiliki lahan turun-temurun dikhawatirkan kehilangan haknya akibat penguasaan lahan oleh perusahaan.

Di beberapa lokasi, Gambaran perusahaan sawit selalu menebang hutan untuk ditanami, namun kemudian meninggalkan lahan begitu saja tanpa perawatan. Sawit tumbuh liar di tengah semak, menjadi sarang hama, dan mengganggu keseimbangan alam. Lahan terbengkalai ini menjadi beban baru bagi masyarakat yang harus berhadapan dengan dampaknya setiap hari.

Wacana Pembukaan lahan sawit dikhawatirkan mempercepat kerusakan lingkungan, menurunkan kualitas tanah, dan memperparah risiko banjir.

Secara ekonomi, sawit memang menjanjikan keuntungan bagi investor, tetapi manfaatnya belum tentu dirasakan masyarakat lokal. Pengalaman di berbagai daerah menunjukkan, keuntungan sawit cenderung terkonsentrasi pada perusahaan besar, sementara masyarakat justru kehilangan lahan pertanian dan sumber pangan.

Meski begitu, sejumlah perusahaan tampaknya tetap berupaya mengajukan izin usaha dan hak guna usaha. Isunya Beberapa di antaranya bahkan telah mengantongi izin amdal meski belum memiliki kejelasan hukum yang lengkap. Kondisi ini memperlihatkan lemahnya pengawasan terhadap aktivitas perkebunan di wilayah pesisir.

Kerusakan lingkungan nantinya juga akan mempengaruhi daya tarik wisata bahari dan budaya. Pantai yang tergerus, air laut yang keruh, dan hilangnya kehijauan alam akan menurunkan nilai wisata yang selama ini menjadi kebanggaan Tanah Bunda Melayu.

Kemudian Hilangnya hutan juga berdampak pada keberlangsungan masyarakat adat Melayu Lingga yang selama ini hidup berdampingan dengan alam. Mereka kehilangan sumber kayu, bahan pangan, dan bahan bangunan yang selama ini diperoleh dari hutan. Kini, banyak yang harus mencari ke daerah lain untuk memenuhi kebutuhan dasar.

Pulau kecil yang dulu menjadi sumber pangan kini berubah menjadi lahan industri. Keberadaan sawit justru tidak banyak menyerap tenaga kerja lokal, sementara lingkungan sekitar terus memburuk. Warga pesisir dan nelayan yang dulu hidup mandiri kini berada di bawah tekanan perubahan ekonomi dan ekologi.

Lingga menjadi gambaran nyata bagaimana investasi ekstraktif di pulau-pulau kecil dapat menimbulkan krisis ekologis dan sosial. Jika tidak dikendalikan, ekspansi sawit dikhawatirkan akan menyingkirkan identitas Lingga sebagai Bunda Tanah Melayu yang kaya akan alam, tradisi, dan kehidupan yang selaras dengan lingkungan.

Harapan kini tertuju pada langkah tegas pemerintah untuk memulihkan hutan dan menjaga ruang hidup masyarakat adat. Bunda Tanah Melayu harus tetap menjadi warisan lestari, bukan sekadar jejak kehancuran di tengah gelombang industri sawit.

Bunda Tanah Melayu sejatinya bukan untuk industri sawit, melainkan untuk kehidupan yang harmonis antara alam dan manusia. Menyelamatkan Lingga berarti menjaga identitas, air, dan masa depan generasi yang akan datang.(ADR)

banner 325x300