DRADIO.ID – Produk halal kini tidak lagi terbatas sebagai kebutuhan bagi konsumen Muslim, melainkan telah berkembang menjadi strategi ekonomi global yang berperan besar dalam memperluas akses pasar, baik di tingkat domestik maupun internasional. Hal ini sejalan dengan tren konsumsi halal dunia yang terus meningkat dari tahun ke tahun.
Berdasarkan The State of the Global Islamic Economy Report (SGIE) 2023/2024, nilai konsumsi produk halal dunia yang mencakup sektor makanan dan minuman, fesyen, farmasi, kosmetika, pariwisata, hingga gaya hidup mencapai US$ 2,29 triliun pada tahun 2022. Angka ini menunjukkan peningkatan signifikan dibandingkan tahun sebelumnya, seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap produk yang aman, higienis, dan sesuai prinsip keberlanjutan.
Pemerintah Indonesia memperkirakan bahwa nilai pasar global untuk makanan dan minuman halal akan mencapai US$ 3,1 triliun pada tahun 2027, dengan pertumbuhan tahunan sekitar 4,8 persen. Angka tersebut memperlihatkan potensi besar bagi pelaku industri halal di Indonesia untuk memperluas pangsa pasar dan meningkatkan daya saing di kancah internasional.
Sementara itu, data dari International Trade Centre (ITC) menunjukkan bahwa impor produk halal unggulan dunia tumbuh rata-rata 8,58 persen per tahun selama periode 2019 hingga 2023. Tren ini memperlihatkan adanya peningkatan permintaan produk halal di berbagai negara, tidak hanya di kawasan Timur Tengah, tetapi juga di wilayah non-Muslim seperti Eropa, Amerika, dan Asia Timur.
Namun demikian, Indonesia sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, masih menghadapi tantangan besar dalam mengoptimalkan potensi industri halal. Berdasarkan data resmi Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS), kontribusi ekspor produk halal Indonesia baru mencapai 3,8 persen dari total pasar halal dunia. Padahal, Indonesia memiliki potensi sumber daya alam dan tenaga kerja yang mendukung untuk menjadi salah satu pusat produksi halal global.
Dalam laporan KNEKS periode 2024, ekspor produk halal Indonesia tercatat sebesar US$ 41,42 miliar atau setara Rp 673,9 triliun pada periode Januari hingga Oktober 2024. Sektor makanan olahan menjadi penyumbang terbesar ekspor halal nasional, disusul oleh sektor fesyen, farmasi, dan kosmetika. Meski demikian, pangsa pasar ini masih dapat diperluas melalui peningkatan daya saing produk serta pemenuhan standar internasional.
Untuk memanfaatkan peluang tersebut, pemerintah bersama pelaku usaha terus mendorong percepatan sertifikasi halal, standardisasi produk, inovasi kemasan, dan penguatan akses ke ritel modern. Program Sertifikasi Halal Gratis (Sehati) yang dikeluarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) menjadi salah satu langkah konkret untuk membantu pelaku UMKM memperoleh legalitas produk yang diakui secara internasional.
Selain itu, kolaborasi antara pemerintah, lembaga riset, dan sektor swasta menjadi kunci dalam membuka akses pasar halal global. Negara-negara mayoritas non-Muslim seperti Jepang, Korea Selatan, dan Australia kini menunjukkan minat tinggi terhadap produk halal sebagai simbol kualitas dan keamanan pangan. Dalam konteks ini, produk halal tidak hanya dipersepsikan berdasarkan aspek religius, tetapi juga sebagai jaminan mutu dan standar internasional.
Dengan besarnya potensi tersebut, Indonesia diharapkan mampu memperkuat posisi sebagai pusat ekonomi halal dunia. Peningkatan kapasitas pelaku usaha, pemanfaatan teknologi digital, serta dukungan riset dan inovasi menjadi langkah penting untuk mendorong pertumbuhan industri halal yang berkelanjutan.
Apabila strategi ini berjalan konsisten, industri halal bukan hanya menjadi kebanggaan nasional, tetapi juga motor penggerak ekonomi yang mampu menembus pasar global, menghadirkan nilai tambah ekonomi, serta membuka peluang kerja baru bagi jutaan masyarakat Indonesia. ( LLE )














