DRADIO.ID – Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat (Menko PM), Abdul Muhaimin Iskandar atau akrab disapa Cak Imin, mengambil langkah kemanusiaan pasca-tragedi runtuhnya bangunan Pondok Pesantren Al Khoziny di Sidoarjo. Ia memutuskan mengangkat empat santri korban selamat sebagai anak angkat dan berkomitmen menanggung biaya pendidikan mereka hingga perguruan tinggi.
Keempat santri tersebut adalah Haikal, Syaiful Rozi, Nur Ahmad, dan Maulana. Menurut Cak Imin, langkah ini merupakan tanggung jawab moral agar anak-anak itu tetap memiliki masa depan cerah meski telah menghadapi cobaan besar. “Insyaallah saya akan mengurus mereka sampai kuliah,” ujarnya dalam kunjungannya ke lokasi pesantren.
Selain itu, perhatian khusus juga diberikan kepada santri yang mengalami luka parah hingga harus diamputasi. Cak Imin menegaskan, korban tersebut akan ia jadikan anak angkat dan siap mendampingi mereka dalam perjalanan hidup ke depan.
Tragedi ambruknya musala Ponpes Al Khoziny terjadi pada 29 September 2025, saat santri sedang melaksanakan salat Asar. Tiba-tiba bangunan runtuh, menimpa puluhan orang di dalamnya. Berdasarkan data resmi, sebanyak 108 orang menjadi korban, dengan rincian 103 selamat dan lima meninggal dunia. Sejumlah santri lainnya mengalami luka berat dan masih menjalani perawatan di rumah sakit, sebagian di antaranya harus kehilangan anggota tubuh.
Musibah ini menimbulkan keprihatinan mendalam dari berbagai pihak, termasuk tokoh agama, pemerintah, hingga masyarakat luas. Kondisi bangunan pondok pesantren yang runtuh juga menyoroti lemahnya pengawasan terhadap standar konstruksi lembaga pendidikan keagamaan. Tim SAR dan BNPB sempat menghadapi kesulitan saat proses evakuasi karena reruntuhan bangunan yang rawan roboh susulan.
Menurut pengamat pendidikan dan sosial, langkah Cak Imin mengangkat korban sebagai anak angkat dapat dipandang sebagai bentuk kepedulian yang layak diapresiasi. Tindakan tersebut dinilai memberi semangat baru bagi anak-anak korban untuk tetap menatap masa depan dengan optimisme. Namun, para ahli juga menekankan bahwa perhatian semacam ini tidak boleh berhenti pada tindakan personal. Negara tetap memiliki kewajiban utama dalam menjamin keselamatan fasilitas pendidikan serta memberikan perlindungan penuh bagi anak-anak yang menjadi korban musibah.
Kasus runtuhnya musala Ponpes Al Khoziny menjadi peringatan penting bahwa keselamatan santri tidak boleh diabaikan. Pembangunan infrastruktur pesantren seharusnya tidak hanya mengandalkan swadaya, melainkan mendapat perhatian serius dari pemerintah daerah maupun pusat, terutama dalam hal pengawasan teknis dan regulasi.
Ke depan, dukungan yang dijanjikan Cak Imin kepada para santri diharapkan benar-benar terealisasi. Tidak hanya dalam bentuk bantuan pendidikan, tetapi juga dukungan emosional agar anak-anak korban mampu bangkit dari trauma. Langkah ini sekaligus menjadi pengingat bagi masyarakat luas tentang pentingnya solidaritas sosial dalam menghadapi musibah.
Dengan demikian, keputusan Cak Imin mengangkat para santri korban sebagai anak angkat bukan hanya bentuk empati, tetapi juga simbol kehadiran negara dalam memberi harapan baru. Namun di sisi lain, tragedi ini mengingatkan semua pihak akan urgensi pengawasan ketat terhadap bangunan pendidikan agar insiden serupa tidak kembali terjadi. ( RMS )














